Napoleon Bonaparte (15 Agustus 1769 - 5 Mei 1821) adalah jenius perang asal Prancis yang menjadi penentu arah sejarah negaranya di akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19. Meskipun dia disebut-sebut sebagai pahlawan Prancis terbesar sepanjang masa, tapi ironisnya dia sendiri adalah keturunan Italia - bernama asli Napoleone di Buonaparte - dari Korsika, sebuah pulau di Mediterania yang diserahterimakan dari Republik Genoa ke Kerajaan Prancis pada tahun 1768, satu tahun sebelum dia lahir. Ayahnya menyekolahkan Napoleon di sekolah militer Prancis, dan dilatih untuk menjadi seorang perwira artileri. Ujian pertama Napoleon sebagai seorang "seniman perang" terjadi pada tahun 1793 saat dia mampu merebut kota pelabuhan Toulon dari tangan pasukan Inggris. Ujian selanjutnya adalah saat dia menghancurkan pemberontakan kaum royalis Prancis di Paris pada tahun 1795. Dua prestasi ini berperan besar dalam memperkuat kekuasaan Republik Prancis yang baru berdiri. Napoleon kemudian berturut-turut terlibat dalam perang di Italia (melawan pasukan Austria) dan Mesir (melawan pasukan gabungan Inggris serta Turki Usmani), dan menjelma menjadi idola rakyat Prancis. Menyadari kepopulerannya, dia melakukan kudeta terhadap pemerintahan yang sah pada tahun 1799, yang berakhir dengan terpilihnya Napoleon sebagai Konsul Pertama Republik. Merasa kekuasaannya masih bisa digoyang setiap waktu, Napoleon mengangkat dirinya sendiri sebagai Kaisar Prancis pada tahun 1804. Tentu saja musuh-musuh lama Napoleon - terutama Inggris - tidak tinggal diam melihat semakin kuatnya posisi "le petit caporal" (Sang Kopral Kecil). Berturut-turut terjadi pertempuran besar yang hampir selalu berujung dengan keluarnya Napoleon sebagai pemenang. Kancah pertempuran Marengo (1800), Austerlitz (1805), Jena-Auerstedt (1806), Friedland (1807) dan Wagram (1809) adalah beberapa saja dari kemenangan terbesar Napoleon. Pada tahun 1812, tinggal tersisa Inggris dan Rusia yang masih bermusuhan dengan Prancis. Karena pilihan menyerbu sesama Eropa daratan Rusia lebih masuk akal dibandingkan dengan menyerbu Inggris (yang terpisah oleh lautan), Napoleon memutuskan untuk menginvasi negara terluas di dunia tersebut pada musim panas tahun 1812. Pasukan raksasa sebanyak 685.000 orang - yang didukung oleh 1.393 meriam serta 200.000 kuda - bergerak maju melintasi seribu kilometer lebih sebelum akhirnya mampu mencapai Moskow, ibukota Rusia. Setelah sempat mencoba - dan gagal - dalam menahan laju Napoleon di Borodino, Tsar Rusia Alexander dan jenderal Kutuzov memutuskan untuk melakukan politik bumi hangus, termasuk membakar sebagian besar Moskow sebelum kota tersebut jatuh ke tangan pasukan Prancis. Taktik ini berhasil, dan Napoleon terpaksa mundur kembali daripada membiarkan pasukannya kelaparan tanpa pasokan makanan. Saat itu telah masuk musim dingin yang ganas, dan gerak mundur yang panjang dari pasukan Prancis mendapat gangguan terus-menerus dari satuan-satuan berkuda Rusia yang lebih mengenal medan. Dari setengah juta tentara yang memasuki Rusia beberapa bulan sebelumnya, kini hanya tersisa 27.000 orang saja saat Napoleon akhirnya keluar dari neraka tersebut! Kehancuran ini terbukti menjadi titik balik dalam peperangan, dimana Austria dan Prusia kemudian berbalik arah menentang Napoleon, dan mengalahkannya dalam Pertempuran Lepzig (1813). Napoleon diasingkan ke Pulau Elba pada tahun 1814, hanya untuk kembali ke Prancis setahun kemudian dengan hanya bermodalkan 700 orang prajurit. Marsekal Ney - mantan jenderal Napoleon yang kemudian menentangnya - ditugaskan untuk menangkap sang Kopral Kecil oleh Raja Louis XVIII yang kini berkuasa. Tak dinyana ini terbukti menjadi blunder, karena Ney malahan bergabung kembali dengan mantan tuannya, sehingga membuat kekuatan Napoleon menjadi berlipat ganda. Raja Louis terpaksa kabur, dan Napoleon pun kembali berkuasa menjadi pemimpin Prancis... hanya selama seratus hari saja, karena kini kekuatan musuh-musuh lamanya (Austria, Prusia, Rusia dan Inggris) mendekati Prancis dari berbagai arah. Dalam pertempuran yang menentukan di Waterloo (1815), Napoleon dikalahkan untuk terakhir kalinya oleh gabungan pasukan Jenderal Wellington (Inggris) dan Blücher (Prusia). Untuk kedua kalinya dia diasingkan, dan kali ini ke sebuah pulau terpencil di Samudera Atlantik yang bernama St. Helena. Disinilah sang mantan Kaisar menghembuskan nafas terakhirnya pada bulan Mei 1821. Kata-kata terakhirnya adalah "France, l'armée, tête d'armée, Joséphine" (Prancis, pasukan, komandan pasukan, Josephine - yang disebut terakhir adalah nama dari istri pertamanya). Napoleon dimakamkan di pulau itu sampai dengan tahun 1840, saat Raja Prancis Louis Philippe I mendapat izin dari pemerintah Inggris untuk memindahkan sisa-sisa jenazahnya kembali ke tanah air Prancis. Napoleon dimakamkan kembali dengan penuh kebesaran di Les Invalides dalam sebuah upacara kenegaraan yang dihadiri oleh ribuan mantan prajuritnya.
Sumber :
https://en.wikipedia.org/wiki/File:Jacques-Louis_David_-_The_Emperor_Napoleon_in_His_Study_at_the_Tuileries_-_Google_Art_Project_2.jpg